Beranda | Artikel
Larangan Tidak Adil Terhadap Para Istri - Bagian 2 - Ensiklopedi Larangan dalam Islam (Ustadz Mahfudz Umri, Lc.)
Jumat, 22 Desember 2017

Bersama Pemateri :
Ustadz Mahfudz Umri

Larangan tidak adil terhadap para istri – bagian 2 adalah ceramah agama Islam oleh: Ustadz Mahfudz Umri, Lc yang merupakan bagian dari pembahasan Esiklopedi Larangan dalam Islam. Pada kajian sebelumnya telah dibahas tentang larangan tidak adil terhadap para istri – bagian 1.

Ringkasan Kajian Ensiklopedi Larangan: Larangan Tidak Adil Terhadap Para Istri – Bagian 2

Pada kajian kali ini, telah sampai pada syarat-syarat orang yang ingin melakukan ta’addud atau poligami. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa ta’addud merupakan bagian dari syariat Islam. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa hukum asal pernikahan adalah ta’addud dan sebagian yang lain mengatakan bahwa hukum asal pernikahan adalah menikahi satu wanita saja.

Syarat-Syarat Ta’addud

Terdapat empat hal yang perlu menjadi perhatian besar bagi seorang suami yang ingin melaksanakan syariat ta’addud sehingga syariat tersebut tidaklah sampai membuat rumah tangga maupun ibadah menjadi terbengkalai. Sebab jika syariat ini terlaksana dengan benar, maka seharusnya seseorang bertambah baik hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan begitupula bertambah baik dengan keluarga. Syarat-syarat tersebut adalah:

  • Adil
    Adil di sini adalah dalam masalah dzahir. Yaitu urusan nafkah (makan, pakaian, tempat) dan pembagian hari. Adapun masalah hati, maka tidak akan ada yang mampu menguasai. Termasuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

    وَلَن تَسْتَطِيعُوا أَن تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِن تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿١٢٩﴾

    “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S An-Nisa’ [4]: 129)

    Yang dijadikan sebagai ukuran adalah dicukupi. Ukuran cukup adalah sesuai dengan kebiasaan atau sesuai dengan kemampuan suaminya. Namun semuanya tergantung pada kerelaan. Seperti ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sakit, istri-istri beliau memberikan kelapangan kepada beliau dan merelakan harinya kepada ‘Aisyah radiyallahu anha. Ini menunjukkan bahwa yang namanya hak, kembali kepada kerelaan yang memiliki hak tersebut.

  • Terbebas dari fitnah para istri
    Yang dimaksud terfitnah adalah ketika dengan berpoligami, seseorang menjadi tidak menjalankan perintah Allah seperti meninggalkan shalat jama’ah di masjid, seperti karena istri banyak tuntutan menjadikan suami  curang dalam pekerjaan. Jika kondisi seperti ini, maka harus hati-hati karena syaratnya tidak terpenuhi. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

    مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

    “Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)

    Istri, harta, anak, semua adalah fitnah. Sebagian istri dan anak-anak bisa menjadi musuh bagi suami. Sehingga ada istri meminta dzalim kepada istrinya yang lain. Bahkan pada puncaknya ada seorang istri yang meminta agar istri yang lain ditalak. Dan wanita yang meminta madunya dicerai, dia tidak akan bisa mencium bau surga.

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴿١٤﴾

    “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S At-Taghabun [64]: 14)

  • Mampu menjaga kehormatan istri
    Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa wanita juga memiliki syahwat dan keinginan dalam masalah hubungan suami istri. Kemudian ketika tidak dihiraukan dan ditinggalkan dikarenakan sang suami sibuk dengan istri yang lain lalu istri yang tidak dihiraukan tersebut mencari jalan lain untuk memenuhi kebutuhannya, maka ini tentu tidak boleh.
  • Memberikan nafkah
    Tentu hal ini adalah sesuatu hal yang penting. Karena laki-laki diukur dari kemampuan dalam memberikan nafkah.

    الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّـهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ…

    “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (Q.S An-Nisa’ [4]: 34)

Hikmah Syariat Ta’addud

  • Wanita mengalami siklus berupa haid, nifas, sakit atau hal lain yang menghalangi suami untuk memenuhi kebutuhannya sebagai seorang laki-laki. Sehingga kalau hanya sendirian kemudian seorang suami bergejolak, kemana dia hendak pergi? Sementara laki-laki adalah orang yang siap menjadi penyebab bertambahnya umat ini.
  • Jumlah laki-laki lebih sedikit dari wanita
    Selain lebih sedikit, laki-laki juga lebih memiliki resiko sebab-sebab kematian. Laki-laki keluar untuk berperang, mencari nafkah, sehingga menyebabkan jumlah laki-laki lebih sedikit dari pada wanita. Kalau laki-laki hanya punya satu istri, maka tentu saja akan banyak wanita yang tidak memiliki suami. Nabi menyampaikan bahwa, “Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat ialah: diangkatnya ilmu, mengakarnya kebodohan, diminumnya khomr, nyatanya perzinaan, banyaknya wanita dan sedikitnya laki-laki, sehingga perbandingan untuk lima puluh orang wanita yang mengurusnya hanya satu orang laki-laki.” (HR. Bukhori dan Muslim)
  • Banyak laki-laki belum siap menikah
    Sudah sedikit, sebagian belum siap menikah dengan alasan belum mampu memberikan nafkah.
  • Sebagian pria memiliki syahwat yang besar
    Sebagian laki-laki yang dikaruniakan syahwat yang besar. Mereka tidak cukup dengan satu orang. Dalam kondisi demikian, adalah merupakan hikmah sehingga tidak sampai meletakkan kepada yang haram.
  • Kemuliaan bagi para wanita dan juga kerabat 
    Sebagian wanita yang tidak mempunyai suami, entah karena belum menikah atau karena suaminya meninggal, maka ketika ada yang menikahinya, hal ini mengangkat kedudukannya. Terjaga dari fitnah, terjaga dari kerusakan dan juga terpenuhi dari kebutuhannya.

Jika dilihat dari hikmah-hikmah tersebut, sebenarnya persoalan ini bukanlah hal yang seharusnya ditakuti. Terutama oleh para wanita dan walinya.

Dengarkan dan Download Kajian Ensiklopedi Larangan: Larangan Tidak Adil Terhadap Para Istri – Bagian 2

Demikianlah ringkasan dan audio kajian tentang “Larangan tidak adil terhadap para istri – bagian 2 ”. Mari turut membagikan artikel dan audio kajian serta link download kajian ini ke akun media sosial yang kita miliki, baik Facebook, Twitter, Google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahufiikum


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/29325-larangan-tidak-adil-terhadap-para-istri-bagian-2-ensiklopedi-larangan-dalam-islam-ustadz-mahfudz-umri-lc/